Sebuah ujung ranting yang jatuh.
Sebab angin yang menerbangkannya.
Kemudian tersaduk kepupusan sampai ia menjadi remas.
Sebuah salam penuh harap di ujung senja sampai ia bertemu pagi.
Hai pemilik pagi. Aku menantimu disela embun yang mulai membias. Sebuah rasa yang mulai tak bisa ku eja sekalipun dengan akal rasional.
Sebuah pertemuan yang tak pernah ku duga sebelumnya.
Sebuah percakapan yang tak pernah ku inginkan sebelumnya
Lantas, mengapa Zat pemilik skenerario begitu merahmati sebuah kejutan yang tak pernah terpikirkan?
Hingga suatu malam sebuah ketakutan sempat terlintas, sebab ia mulai dicerca oleh akal egois.
Jika Zat pemilik skenario begitu merahmati sebuah kejutan, lantas patutkah aku untuk meminta agar sudi untuk dicabut. Pantaskah seperti itu?
Hai pemilik malam. Kali ini aku sedang mematung berdiri diantara celah-celah jendela yang menyebarkan udara di setiap hempasannya, hanya saja terasa begitu dingin. Yang tak perlu lagi disinari lampio-lampion indah agar menjadi terang, sebab sudah ada bulan dengan ribuan cahaya bintang
Jika cerita ini tak sekedar sebuah rahmat yang begitu diberkahi. Maukah engkau mengusik penantian disetiap malamku? Agar aku tak begitu iri pada bulan yang harus ditemani bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar